Jumat, 12 Oktober 2012

Stasi Bayat naik menjadi Paroki Administratif Bayat


Rabu (22/8) sore, menjadi sore sore yang istimewa bagi umat Bayat. Karena itu, Bapa Uskup Keuskupan Agung Semarang (KAS) Mgr Johannes Pujasumarta mengajak umat bersyukur atas perkembangan yang signifikan dari Stasi Bayat ini.


Mgr Yohanes Pujasumarta: ”Hari ini, status Stasi Bayat akan naik menjadi Paroki Administratif Bayat. Peningkatan status paroki administratif ini dimaksudkan agar reksa pastoral gereja lebih tertata dengan bagus, dan kepentingan umat diharapkan lebih terlayani dengan baik,” kata Bapa Uskup.

Bapa Uskup menambahkan, suatu saat nanti, jika sudah siap, Paroki Administratif Bayat akan naik menjadi kuasi paroki. ”Beberapa sarana dan prasarana memang perlu disiapkan. Pelan-pelan saja, tidak perlu tergesa-gesa, seraya kita merasakan bahwa Tuhan membimbing kita,” ujar Bapa Uskup.

Mgr Pujasumarta menyampaikan, sebelum menjadi paroki administratif, umat Bayat telah menempuh suatu proses yang panjang. ”Mimpi-mimpi itu sudah lama muncul. Semoga mimpi-mimpi itu mewujud, dan semoga menjadi mimpi-mimpi bersama. Semoga semuanya mendukung proses yang sedang terjadi ini,” pesan Bapa Uskup.

Sementara itu, Romo Juned saat membacakan Surat Keputusan Bapa Uskup KAS mengenai penetapan Paroki Administratif Bayat menyatakan, ada sejumlah pertimbangan mengapa Bayat ditetapkan menjadi Paroki Administratif. Pertama, berdasarkan sensus umat tahun 2011, umat Bayat ada 1.063 jiwa terdiri dari 414 kepala keluarga. Kedua, telah tersedia sarana dan prasarana untuk berdirinya paroki administratif, seperti seperti gedung gereja, pastoran, kantor sekretariat, ruang pertemuan umat, dan sebagainya. Ketiga, paguyuban umat telah tertata baik seperti adanya pengurus stasi dan pengurus lingkungan. Keempat, kemampuan umat untuk menyelenggarakan paroki administratif ke depan sangat memadai.

“Maka dengan mengingat dan mempertimbangkan hal-hal itu, Bapa Uskup KAS menetapkan mendirikan paroki administratif Bayat yang terbagi dalam 6 lingkungan. Keputusan ini berlaku sejak tanggal 22 Agustus 2012,” tandas Romo Juned.

Sebelum berkat penutup, ada sambutan dari Pastor Kepala Paroki Wedi Romo Bambang dan sambutan dari Ketua Dewan Paroki Administratif Bayat P Komar Satriyono, serta pesan peneguhan dari Mgr Pujasumarta. Kemudian dilakukan penandatanganan prasasti dan berita acara penetapan Paroki Administratif Bayat, serta pemotongan tumpeng. Usai Misa, diadakan pesta umat dan penyerahan hadiah kepada pemenang lomba pesta nama pelindung Gereja Paroki Administratif Santa Maria Ratu Bayat.
( sumber: http://parokiwedi.or.id )

Sekilas Gereja Santa Maria Ratu, Paroki Adminitratif Bayat


Sebelum ada peningkatan status menjadi pariki administratif, gereja ini bernama “Gereja Santa Maria Ratu Stasi Bayat Paroki Wedi”. Gereja ini diresmikan pada tanggal 30 Juni 1985. Sebelum menempati bangunan tersebut, umat menempati bangunan Kapel di kompleks SMP Pangudi Luhur Bayat sejak puluhan tahun sebelumnya.
Gereja ini dipakai oleh umat Katholik yang berdomisili di seluruh Kecamatan Bayat dan sebagian Kecamatan Cawas dan Kecamatan Wedi. Secara hierarki gereja, Stasi Bayat adalah bagian dari Paroki Santa Perawan Maria Bunda Kristus – Wedi yang termasuk dalam wilayah Keuskupan Agung Semarang. Secara demografi, mata pencaharian umat di Stasi Bayat pada umumnya adalah bertani, berdagang, dan menjadi pegawai.

Kamis, 11 Oktober 2012

Sejarah Gua Maria Marganingsih di Desa Ngaren-KLATEN


     Marganingsih dalam bahasa setempat (Jawa) berarti jalan mengalirnya kasih. Keutamaan inilah yang menjadi bahan utama dalam pergumulan setiap peziarah di Gua Maria Marganingsih. Untuk bisa sampai menyentuh pada pengalaman pergumulan bahwa Maria merupakan jalan mengalirnya kasih Allah, sebenar­nya bukanlah jalan pintas. Hal ini kentara sekali ketika peziarah memasuki lokasi peziarahan ini. Begitu masuk, peziarah dihadapkan pada dinding bebatuan yang melapisi hampir setiap lereng bukit. Memang hampir seluruh bebatuannya merupakan tiruan dari tangan-tangan perupa. Namun, keberadaannya seolah suatu gambaran pengolahan hidup yang begitu mendalam dan keras. Apalagi ketika mesti menapaki laku jalan salib. Jalan yang disajikan cukup mendaki dengan 14 peristiwa salib Kristus yang terbagi dalam tujuh teras, di lereng bukit itu. Masing-masing teras dihubungkan jalan berundak.

Usai pada penghujung perhentian salib yang terdapat di teras paling puncak, peziarah lalu diajak turun menapaki jalan berundak. Itulah perjalanan menuju gua. Tatkala mulai mendekati gua, peziarah diajak singgah sejenak di rumah Keluarga Kudus Nazaret. Dalam rumah keluarga inilah peziarah diingatkan akan keutamaan-keutamaan yang pernah dihidupi Yusuf, Maria, dan Yesus. Dan dari pada-Nya, peziarah patut berserah diri serta menimba makna hidup. Setelahnya, barulah menuju gua lalu duduk hening di hadapan Bunda Maria Marganingsih.

Kisah goa ini bermula 80-an tahun silam. Saat itu, pasutri Max. Somowihardjo dan Maria Margareta Sukepi tengah digelayuti rasa gundah gelisah. Genap lima tahun menikah, namun tiada juga dikaruniai momongan. Muncul niat hati untuk mengetuk pintu rahmat Tuhan. Jadilah keduanya mengadakan laku ziarah ke Gua Maria Sendangsono. Dari Bayat ke Sendangsono jaraknya lebih dari 50 km), suami istri ini hanya berjalan kaki.

Melalui Bunda Maria Sendangsono, pasutri yang merupakan cikal bakal umat Katolik Bayat ini memelas di hadirat Allah. Hasrat untuk mendapat momongan begitu memuncak tak terbendung. Sampai-sampai, keduanya mengikat hasratnya itu dengan suatu janji suci kepada yang ilahi: Bila Tuhan sedia menganugerahi seorang putra, maka putra itu nantinya akan dipersembahkan kembali untuk Tuhan.

Dalam perguliran masa, suami istri ini terperangah atas apa yang didapati. Seorang putra lahir, yang pada giliran masanya disusul dengan kelahiran demi kelahiran hingga pada angka 12, enam anak laki-laki dan enam perempuan. Kebahagiaan se­makin tuntas, yakni tatkala putra sulungnya yang bernama Martinus Soenarwidjaja masuk seminari dan akhirnya menjadi pastor Jesuit (SJ).

Mengalami kasih yang tercurah itu, sekitar tahun 1950, di sepetak tanah perbuki­tan, Max. Somowihardjo membangun Gua Maria. Gua berukuran mungil nan sederhana yang berada di antara perdu-perdu liar itu dia rebut Gua Maria Marganingsih. Sejak awal, gua tersebut dimaksudkan agar bisa digunakan umat untuk berdoa.

Itulah sebabnya, keluarga Max. Somowihardjo selalu mengajak umat Katolik di wilayahnya untuk ikut berdoa. Sayangnya, ada saja pihak yang kurang berkenan atas keberadaan gua tersebut. Patung Bunda Maria raib hingga dua kali karena diambil orang. Hal ini tak membuat umat setempat surut. Di dalam gua tersebut diletakkan patung Bunda Maria yang baru. Hanya saja, gua itu lalu diberi jeruji besi yang dikunci. Di hadapan Bunda Maria dalam kerangkeng, umat setempat tetap rajin menyampaikan setiap rasa hatinya.

Pembangunan yang diprakarsai Almarhum Romo Martinus Sunarwidjaja SJ (mantan Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Jakarta) dan saudara-saudaranya ini mendapat sambutan dari pihak Gereja Keuskupan Agung Semarang (KAS). Akhirnya, tempat ziarah ini diserahkan kepada KAS. Gua Maria Marganingsih diberkati Mgr lgnasius Suharyo Pr, Minggu. 27 Oktober 2002.

[Disadur dari Majalah Hidup, 12 Januari 2003, Judul asli: Gua Maria Marganingsih-Maria Dalam Kerangkeng Besi, oleh Ign. Elis Handoko SCJ.]
Gua Maria Marganingsih, Bayat, Klaten



“Marganingsih “ berarti “Jalan yang mengalirkan rahmat kasih Allah bagi manusia melalui Bunda Maria”.
 
Keutamaan ini yang menjadi hal penting dalam pergumulan setiap umat yang berziarah ke Gua Maria Marganingsih karena Maria-lah yang merupakan jalan mengalirnya kasih Allah.
Rute Perjalanan:
  • Dari arah Yogyakarta, dilanjutkan kearah Solo. Di petigaan Bendo Gantungan, belok ke kanan. Setelah sampai di Wedi, lanjutkan kearah Bayat. Sampailah di lokasi Gua.
  • Dari arah Solo, lanjutkan ke jurusan Yogya. Setelah itu sampai tertigaan stasiun Klaten berbeloklah ke kiri yang menuju arah Jimbung – Bayat. Sampailah di lokasi.
lokasi gua maria marganingsih bisa langsung di kunjungi dengan bus pariwisata besar, melalui jalur angkutan umum juga bisa turun persis di depan gua. Ada pendoponya juga untuk tempat bristirahat sejenak